Monday, September 23, 2013

Jemput Kreatif dengan Cinta


“Tiada nafas yang sudah lepas dari dirimu, kecuali di dalam nafas itu mengandung nilai takdir Allah yang berlaku untukmu” (Al-Hikam, Syeh Ahmad Ibnu Athoillah Al Iskandari bagian 30).

              Makna dari hal tersebut adalah menjadi pribadi yang baik untuk Allah, karena kita tidak tahu kapan malaikat izrail datang. Mari kita coba mencari makna dari simbolisme model manusia yang diungkapkan dalam al-qur’an. Kunci untuk membuka dunia ma’nawi terletak pada kholifatullah fil ‘ardi, wakil Allah di bumi.

            Seseorang bisa mewakili sesuatu jika orang itu memiliki sifat- sifat yang diwakilinya. Orang bisa mewakili Allah di bumi jika orang itu memiliki sifat ilahi dalam dirinya. Itu juga aktualisasi simbolisme Nafs Allah yang ditiupkan ke dalam dirinya. Nafs itulah yang harus kita pelihara dan aktualisasikan serta dijadikan pembimbing dalam pengembangan fitrah secara utuh.

            Mari kita perhatikan setiap surah di dalam Al- qur’an selalu diawali dengan kalimat basmalah. Artinya sifat Allah yang utama adalah ar rahman dan ar rahim. Jika dalam surah itu mengandung ancaman mengenai siksa neraka, tetap saja Allah menerapkan hokum itu dengan sifatnya sebagai ar rahman dan ar rahim. Allah Maha Adil. Hukuman itu bersifat edukatif, demi kebaikan diri kita sendiri.

            Selanjutnya dalam surat Al- Fatihah, kita mengenal sifat- sifat yang lainnya yaitu pencipta, penguasa, pengendali dan pembimbing. Artinya sifat ar rahman dan ar rahim harus berkaitan dengan munculnya sifat yang lain. Al- qur’an sangat tajam dan konsisten memperlihatkan bahwa ar- rahman dan ar rahim memegang kedudukan kunci. Maka hierarkinya menjadi seperti ini



            Kekuasaan yang tidak berpijak pada kreativitas adalah kekuasaan yang batil. Demikian pula kreatifitas yang tidak berpijak pada sifat ar rahman dan ar rahim bisa salah arah dan membimbing manusia dalam kehancuran.

Rahman dan Rahim merupakan satu kesatuan dari manifestasi inti ajaran agama yang sudah diturunkan sejak nabi Adam AS, yakni sebagai sifat Allah yang bisa dijangkau oleh rasa dan oleh ruh manusia.
Orang yang terperangkap dalam dunia empiris mustahil dapat mengenal cinta secara metafisik karena kesadaran batinnya terbungkus rapat, tidak bisa keluar menerobos ke luar pengalaman empiris.

Pendirian dan uraian Einsten mengenai kreatifitas kini dapat kita beri penjelasan bahwa yang dimaksud ”titik pusat gravitasi emosional” adalah “cinta”. Orang yang mencintai profesinya itulah yang memiliki kesempatan untuk menciptakan sesuatu, karena cinta adalah manifestasi dari bimbingan ilahi itu sendiri.
Kini kita mengerti mengapa kaum muslimin diwajibkan membaca kalimat basamalah setiap melakukan sesuatu. Ya artinya bekerjalah dengan cinta dalam hati. Itulah artinya bekerja karena Allah bukan karena harta atau karena pujian dari orang lain.

Pendirian Maslow tentang munculnya kebahagiaan pada saat seseorang melahirkan kreasi kini tidak perlu kita terangkan lagi. Bukankah cinta dan bahagia itu tidak terpisahkan ? kreasi yang dibuat dengan kreativitas adalah buah dari cinta, sehingga puncak kebahagian itu akan muncul pada saat kelahiran suatu kreasi.
Itulah pula artinya kebahagiaan bekerja, bahwa bekerja mendatangkan harga diri. Karena itulah Al- Qur’an mengajarkan manusia melakukan amal ibadah untuk kepentingan bersama (amal jama’i). Yah karena beramal ibadah melalui kreativitas itulah sumber dari kebahagiaan yang khas manusiawi.

No comments:

Post a Comment