11 Rabi'ul Awal
1435 H
Ya Allah, ya Tuhan kami
Limpahkan shalawat dan salam
Yang terbesar dan mencakup segalanya
Teramat suci, luas jangkauannya
Atas diri insan ini
Yang dengan seksama memenuhi kewajiban perhambaan pada Tuhannya
Dengan menyandang segala sifat sempurna
Dan bersungguh-sung guh dalam berbakti kepada Ilahi
Serta menghadapkan diri kepada-Nya
Dengan sebaik dan sesempurna cara Shalawat rahmat yang mengukuhkan
Jalinan ikatan dengan pribadinya
Bagi si pembaca shalawat atas dirinya
Menjadikan hatinya terang benderang
Tersentuh nur kecintaan dan kerinduan
padanya Dan memasukkannya dengan inayah Allah
ke dalam kelompoknya Demikian pula atas segenap keluarganya
Serta para sahabatnya
Yang menduduki puncak derajat yang tinggi
Karena dekat kepadanya Dan bernaung di bawah bayang-bayang
kemuliaan sejati
Dengan mencintainya sepenuh hati Shalawat dan salam terus-menerus tiada
hentinya
Selama embusan angin mengharumi
mayapada
Menyebar sebutan indah mereka semuanya….
(dikutip dari Kitab Simthud Durar fi Akhbar
Maulid Khayril Basyar wa
Ma Lahu min Akhlaq wa Awshaf wa Siyar
(Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia
Utama; Akhlaq, Sifat, dan Riwayat Hidupnya),
karya Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi)
=============== ====== Simthud Durar ditulis oleh Habib Ali bin
Muhammad Al-Habsyi ketika ia berusia 68
tahun. Pada hari Kamis tanggal 26 Shafar
1327 H/18 Maret 1909, Habib Ali mendiktekan
paragraf awal Maulid Simthud Durar setelah
memulainya dengan basmalah, yakni mulai dari al-hamdu lillahil qawiyyi sulthanuh dan
seterusnya hingga wa huwa min fawqi ilmi
ma qad ra-athu rif‘atan fi syu-unihi wa
kamala. Ia kemudian memerintahkan agar
tulisan itu dibacakan kepadanya. Setelah pendahuluan itu dibacakan, ia
berkata, “Insya Allah aku akan
menyempurnakann ya. Sudah sejak lama aku berkeinginan untuk menyusun kisah
Maulid.” Pada hari Selasa awal Rabi’ul Awwal 1327
H/23 Maret 1909 M, ia memenrintahkan agar
Maulid yang telah ia tulis dibaca. Kemudian
pada malam Rabu 9 Rabi’ul Awwal 1327
H/31 Maret 1909 M, ia mulai membaca
Maulidnya di rumahnya setelah Maulid itu disempurnakan. Dalam kesempatan itu ia
mengatakan, “Maulid ini sangat menyentuh
hati, dan ia baru selesai disusun.” Pada hari Kamis 10 Rabi’ul Awwal 1327
H/ 1 April 1909 M, ia menyempurnakannya lagi. Dua hari kemudian, Sabtu 12 Rabi’ul
Awwal, ia membaca Maulid tersebut di rumah
muridnya, Sayyid Umar bin Hamid Assegaf.
Sejak saat itu, ia membaca Maulidnya sendiri,
Simthud Durar. Sebelumnya ia membaca
Maulid Ad-Diba‘iy. Disebutkan pula, Maulid Simthud Durar
pertama kali dibaca di rumah Habib Ali,
kemudian di rumah muridnya, Habib Umar
bin Hamid. Para sahabatnya kemudian
meminta agar Habib Ali membaca Maulid itu
di rumah-rumah mereka. Memenuhi permintaan mereka, ia pun mengatakan,
“Selama bulan ini, setiap
hari aku akan membaca Maulid Simthud Durar
di rumah kalian secara bergantian.” Habib Ali juga mengatakan, “Dakwahku
akan tersebar ke seluruh penjuru. Maulidku
ini akan tersebar ke tengah-tengah
masyarakat, akan mengumpulkan mereka
kepada Allah dan akan membuat mereka
dicintai Nabi SAW.” Ia juga mengatakan, “Jika seseorang
menjadikan kitab Maulidku ini sebagai
wiridnya atau menghafalnya, sir (rahasia) Al-
Habib Shallallahu `Alaihi wa Sallam akan
tampak pada dirinya. Aku yang
mengarangnya dan mendiktekannya. Namun, setiap kali kitab itu dibacakan
kepadaku, dibukakan bagiku pintu untuk
berhubungan dengan Nabi SAW. Pujianku
kepada Nabi SAW dapat diterima oleh
masyarakat. Ini karena besarnya cintaku
kepada Nabi SAW.” Ketermasyhuran kitab Maulid Simthud Durar
juga membuat penyusunnya semakin
terkenal. Orang semakin tahu dan semakin
ingin tahu lagi ihwal kehidupan dan
kelebihannya sebagai salah seorang tokoh
ulama Alawiyyin terkemuka abad ke-19 Masehi (abad ke-13 Hijriyyah) di Hadhramaut. Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin
Muhammad bin Husain Al-Habsyi lahir pada
hari Jum’at 24 Syawwal 1259 H/18
November 1843 M di Qasam, sebuah kota di
negeri Hadhramaut. Ia anak satu-satunya
pasangan Al-Imam Al-Arif billah Muhammad bin Husain bin Abdullah Al-Habsyi, seorang
ulama terkemuka yang banyak berdakwah di
berbagai tempat, dan Asy-Syarifah
Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Jufri,
wanita shalihah yang amat bijaksana. Yang
menamainya adalah Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir, guru ayahnya. Dari perkawinannya dengan seorang wanita
Qasam, Habib Ali dianugerahi Allah SWT
seorang anak yang dinamainya Abdullah. Dan
dari perkawinannya dengan Hababah
Fathimah binti Muhammad bin Segaf
Mulachela, ia mendapatkan empat anak: Muhammad, Ahmad, Alwi, dan Khadijah.
Beliau wafat pada waktu zhuhur hari Ahad 20
Rabi’ul Akhir 1333 H/7 Februari 1915 M, di
kota Seiwun, Hadhramaut. Di antara putra-putranya yang paling dikenal
di Indonesia ialah putranya yang bungsu,
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi (ayahanda Habib
Anis Solo), pendiri Masjid Riyadh di Gurawan,
Solo (Surakarta). Ia dikenal sebagai peribadi
yang amat luhur budi pekertinya, lemah lembut, sopan dan santun, serta ramah tamah
terhadap siapa pun, terutama kaum yang
lemah, fakir miskin, yatim piatu. Rumah
kediamannya selalu terbuka bagi para tamu
dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi
dari pengajian dan pertemuan-perte muan keagamaan. Habib Alwi wafat di kota
Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal
1333 H/7 Februari 1915 M, dan dimakamkan
di kota Solo.
Ya Allah, ya Tuhan kami
Limpahkan shalawat dan salam
Yang terbesar dan mencakup segalanya
Teramat suci, luas jangkauannya
Atas diri insan ini
Yang dengan seksama memenuhi kewajiban perhambaan pada Tuhannya
Dengan menyandang segala sifat sempurna
Dan bersungguh-sung guh dalam berbakti kepada Ilahi
Serta menghadapkan diri kepada-Nya
Dengan sebaik dan sesempurna cara Shalawat rahmat yang mengukuhkan
Jalinan ikatan dengan pribadinya
Bagi si pembaca shalawat atas dirinya
Menjadikan hatinya terang benderang
Tersentuh nur kecintaan dan kerinduan
padanya Dan memasukkannya dengan inayah Allah
ke dalam kelompoknya Demikian pula atas segenap keluarganya
Serta para sahabatnya
Yang menduduki puncak derajat yang tinggi
Karena dekat kepadanya Dan bernaung di bawah bayang-bayang
kemuliaan sejati
Dengan mencintainya sepenuh hati Shalawat dan salam terus-menerus tiada
hentinya
Selama embusan angin mengharumi
mayapada
Menyebar sebutan indah mereka semuanya….
(dikutip dari Kitab Simthud Durar fi Akhbar
Maulid Khayril Basyar wa
Ma Lahu min Akhlaq wa Awshaf wa Siyar
(Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia
Utama; Akhlaq, Sifat, dan Riwayat Hidupnya),
karya Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi)
=============== ====== Simthud Durar ditulis oleh Habib Ali bin
Muhammad Al-Habsyi ketika ia berusia 68
tahun. Pada hari Kamis tanggal 26 Shafar
1327 H/18 Maret 1909, Habib Ali mendiktekan
paragraf awal Maulid Simthud Durar setelah
memulainya dengan basmalah, yakni mulai dari al-hamdu lillahil qawiyyi sulthanuh dan
seterusnya hingga wa huwa min fawqi ilmi
ma qad ra-athu rif‘atan fi syu-unihi wa
kamala. Ia kemudian memerintahkan agar
tulisan itu dibacakan kepadanya. Setelah pendahuluan itu dibacakan, ia
berkata, “Insya Allah aku akan
menyempurnakann ya. Sudah sejak lama aku berkeinginan untuk menyusun kisah
Maulid.” Pada hari Selasa awal Rabi’ul Awwal 1327
H/23 Maret 1909 M, ia memenrintahkan agar
Maulid yang telah ia tulis dibaca. Kemudian
pada malam Rabu 9 Rabi’ul Awwal 1327
H/31 Maret 1909 M, ia mulai membaca
Maulidnya di rumahnya setelah Maulid itu disempurnakan. Dalam kesempatan itu ia
mengatakan, “Maulid ini sangat menyentuh
hati, dan ia baru selesai disusun.” Pada hari Kamis 10 Rabi’ul Awwal 1327
H/ 1 April 1909 M, ia menyempurnakannya lagi. Dua hari kemudian, Sabtu 12 Rabi’ul
Awwal, ia membaca Maulid tersebut di rumah
muridnya, Sayyid Umar bin Hamid Assegaf.
Sejak saat itu, ia membaca Maulidnya sendiri,
Simthud Durar. Sebelumnya ia membaca
Maulid Ad-Diba‘iy. Disebutkan pula, Maulid Simthud Durar
pertama kali dibaca di rumah Habib Ali,
kemudian di rumah muridnya, Habib Umar
bin Hamid. Para sahabatnya kemudian
meminta agar Habib Ali membaca Maulid itu
di rumah-rumah mereka. Memenuhi permintaan mereka, ia pun mengatakan,
“Selama bulan ini, setiap
hari aku akan membaca Maulid Simthud Durar
di rumah kalian secara bergantian.” Habib Ali juga mengatakan, “Dakwahku
akan tersebar ke seluruh penjuru. Maulidku
ini akan tersebar ke tengah-tengah
masyarakat, akan mengumpulkan mereka
kepada Allah dan akan membuat mereka
dicintai Nabi SAW.” Ia juga mengatakan, “Jika seseorang
menjadikan kitab Maulidku ini sebagai
wiridnya atau menghafalnya, sir (rahasia) Al-
Habib Shallallahu `Alaihi wa Sallam akan
tampak pada dirinya. Aku yang
mengarangnya dan mendiktekannya. Namun, setiap kali kitab itu dibacakan
kepadaku, dibukakan bagiku pintu untuk
berhubungan dengan Nabi SAW. Pujianku
kepada Nabi SAW dapat diterima oleh
masyarakat. Ini karena besarnya cintaku
kepada Nabi SAW.” Ketermasyhuran kitab Maulid Simthud Durar
juga membuat penyusunnya semakin
terkenal. Orang semakin tahu dan semakin
ingin tahu lagi ihwal kehidupan dan
kelebihannya sebagai salah seorang tokoh
ulama Alawiyyin terkemuka abad ke-19 Masehi (abad ke-13 Hijriyyah) di Hadhramaut. Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin
Muhammad bin Husain Al-Habsyi lahir pada
hari Jum’at 24 Syawwal 1259 H/18
November 1843 M di Qasam, sebuah kota di
negeri Hadhramaut. Ia anak satu-satunya
pasangan Al-Imam Al-Arif billah Muhammad bin Husain bin Abdullah Al-Habsyi, seorang
ulama terkemuka yang banyak berdakwah di
berbagai tempat, dan Asy-Syarifah
Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Jufri,
wanita shalihah yang amat bijaksana. Yang
menamainya adalah Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir, guru ayahnya. Dari perkawinannya dengan seorang wanita
Qasam, Habib Ali dianugerahi Allah SWT
seorang anak yang dinamainya Abdullah. Dan
dari perkawinannya dengan Hababah
Fathimah binti Muhammad bin Segaf
Mulachela, ia mendapatkan empat anak: Muhammad, Ahmad, Alwi, dan Khadijah.
Beliau wafat pada waktu zhuhur hari Ahad 20
Rabi’ul Akhir 1333 H/7 Februari 1915 M, di
kota Seiwun, Hadhramaut. Di antara putra-putranya yang paling dikenal
di Indonesia ialah putranya yang bungsu,
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi (ayahanda Habib
Anis Solo), pendiri Masjid Riyadh di Gurawan,
Solo (Surakarta). Ia dikenal sebagai peribadi
yang amat luhur budi pekertinya, lemah lembut, sopan dan santun, serta ramah tamah
terhadap siapa pun, terutama kaum yang
lemah, fakir miskin, yatim piatu. Rumah
kediamannya selalu terbuka bagi para tamu
dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi
dari pengajian dan pertemuan-perte muan keagamaan. Habib Alwi wafat di kota
Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal
1333 H/7 Februari 1915 M, dan dimakamkan
di kota Solo.